Puzzel tempat ibadah





DOSEN :
ANIES LISTYOWATI, S .Pd. M .Pd

Tim penyusun :
1.      Tinuk Fauriyah                  (169000008)
2.      Ilma Fauziah                      (169000040)
3.      Sri Wahyuni Ningsih         (169000053)


BAB I
PENDAHULUAN


A.             Latar Belakang

Anak merupakan generasi penerus bangsa, karena ditangan merekalah diteruskan sejarah kehidupan manusia di Indonesia selanjutnya, begitu pentingnya mereka dalam rantai kelangsungan tradisi suatu bangsa. Maka tidak heran jika semua orang tua mendambakan anak-anaknya menjadi generasi yang baik, terutama bagi umat Islam. Anak bukan sekedar untuk menjadi orang yang baik di dunia saja. Tapi juga harus kita didik agar menjadi generasi yang shaleh untuk kebahagiaan kelak di akhirat.
Upaya mendidik seorang anak tentunya bukanlah perkara yang mudah, mendidik anak adalah upaya membentuk karakter manusia, manusialah yang nantinya akan membentuk masyarakat dan juga sebuah bangsanya. Juga sebaliknya, buruk karakter manusianya akan membuat sebuah masyarakat dan bangsa tersebut menjadi bangsa yang buruk. Maka baik buruknya suatu bangsa tergantung dari karakter atau moral manusianya.
Dalam perkembangannya, dari mulai lahir hingga memasuki pendidikan dasar, anak berada dalam masa keemasan sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan manusia, yang akan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Masa-masa ini merupakan masa yang tepat untuk meletakan dasar-dasar pengembangan.
Perkembangan anak agar tumbuh dengan baik tidak akan terlepas dari bantuan dan bimbingan orang lain terutama dari yang lebih dewasa dan dianggap mampu memberikan bimbingan kepada anak, misalnya orang tua dan guru. Bimbingan dan bantuan yang diberikan ditujukan untuk memberikan kepribadian utama bagi anak. Kepribadian yang utama seharusnya dapat dibentuk dengan pemberian pendidikan agama.
Dengan demikian solusi yang tepat untuk perkembangan nilai agama dan moral yaitu anak diajarkan untuk belajar mengenal berbagai macam agama yang berada di Indonesia dan di anak diajak untuk mengargai orang lain meskipun beda-beda agama.


BAB II
KAJIAN TEORI

A. Tahap perkembangan Nilia-nilia Agama Moral

Berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN pendidikan moral di Indonesia bisa dirumuskan sebagai berikut : Pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan. Menurut paham ahli pendidikan moral, jika tujuan pendidikan moral akan mengarah seseorang menjadi bermoral, yang penting adalah bagaimana agar seseorang dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bermasyarakat (Zuriah, 2011: 22). Pendidikan moral di Indonesia dimaksudkan agar manusia belajar menjadi bermoral, dan bukannya pendidikan tentang moral yang akan mengutamakan penalaran moral (moral reasoning) dan pertumbuhan inteligensi sehingga seseorang bisa melakukan pilihan dan penilaian moral yang paling tepat (Zuriah, 2011: 21). Di Indonesia pendidikan moral lebih tertuju bagaimana dapat menanamkan nilai-nilai moral dan membentuk sikap moral seseorang. Emile Durkheim, seorang ahli sosiologi moralitas Prancis.


B. Aktivitas Guru dan Anak Nilia-nilai Agama Moral

Dalam aktivitas pembelajaran antara guru dan anak, guru akan mengajarkan kepada anak untuk mengenal berbagai macam agama di Indonesia,dan guru menjelaskan bahwa kita sebagai sesama manusia harus menghargai sesama teman meskipun telah berbeda-beda agama. anak diajari untuk bersosiaalisasi dengan baik di lingkungan sekitar supaya anak mempunyai kepribadian yang baik di dalam masyarakat.


C. Lingkungan yang Kreatif Nilai-nilai Agama Moral
Menurut Anak usia dini dalam pengembangan nilai moral dan agama akan berkembang secara optimal apabila anak bisa berkembang di lingkungan yang baik. Sosial anak akan berkembang apabila sering kumpul dengan masyarakat, anak bisa kreatif apabila dapat dorongan dari orang di sekitarnya.


D. Bermain dan Eksplorasi Nilai-nilai Agama Moral
Tahap bermain dalam karya djoko dan anies (2017:88) tahap bermain menurut parten dan rogers alam dockettdan fleer terdapat 6 tahapan bermain antara lain :
1.      Unoccupied atau tidak menetap
Anak hanya melihat anak yang lain lagi bermain akan tetapi ank tidak ikut bermain. Anak berjalan jalan, tetapi tidak terjadi interaksi dengan anak yang lagi bermain.

2.      Unlooker atau penonton
Pada tahap ini anak belum mau terlibat untuk bermain akan tetapi anak sudah memulai untuk mendekaat dan bertanya pada teman yang sedang bermain dan anak sudah mulai muncul ketertarikan untuk bermain setelah mengamati anak mampu mengubah caranya untuk bermain.

3.      Solitary independent play atau bermain sendiri
Tahap ini anak sudah mulai untuk bermain, akan tetapi seorang anak bermain sendiri dengan mainan nya, terkadang anak berbicara dengan teman nya yang sedang bermain, tetapi tidak terlibt dengan permainan anak lain.

4.      Parallel activity atau kegiatan pararel
Anak mulai bermain dengan anak yang lain tetapi belum terjadi interaksi dengan anak yang lain nya dan anak cenderung menggunakan alat yang di sekelilingnya.

5.      Associative play atau bermain dengan teman.
Tahap ini terjadi interaksi yang lebih komplek pada anak. Terjadi tukar menukar mainan antar anak satu dengan yang lain nya dan cara bermain anak sudah saling mengingatkan.

6.      Cooperative or organized supplementary play atau kerja sama dengan bermain.

Saat anak bermain bersama dan lebih terorganisir dan masing masing menjalankan sesuai dengan job yang sudah mereka dapat yang sling mempengaruhi satu sama lain. Anak bekerja sama dengan anak yang lain nya untuk membangun sesuatu terjadi persaingan membentuk permainan drama dan biasanya terpengaruh oleh anak yang memimpin permainan.

Tahap bermain anak dalam karya djoko dan anies (2017:74)dimana anak bermain bersama teman, tetapi tanpa danya suatu organisasi :
a. Tahapan permainan kontrukstif
Tahapan dimana sejumlah anak melakukan kegiatan bermain, dimana masing-masing menerima peran yang diberikan kelompoknya.

b. Tahapan bermain paralel

Suatu tahapan dalam kegiatan bermain, dimana beberapa anak bermain dengan materi yang sama, tetapi masing-masing anak bekerja sendiri.

c. Tahap bermain soliter

Tahapan bermain dimana anak tidak memprhatikan apa yang dilakukan temanya yang sedang bermain di dekatnya.


E. Urgensi Bermain dan Eksplorasi dalam Pengembangan Kreativitas Anak

Pendidikan nilai-nilai moral dan keagamaan pada program PAUD merupakan pondasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya, dan jika hal itu telah tertanam serta terpatri dengan baik dalam setiap insan sejak dini, hal tersebut merupakan awal yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani pendidikan selanjutnya.
Namun dalam realitasnya dewasa ini terdapat sesuatu yang memprihatinkan dalam dunia pendidikan nasional di Indonesia. Salah satu di antaranya adalah masih banyak anak didik dan output pendidikan nasional di Indonesia yang belum mencerminkan kepribadian yang bermoral, seperti sering tawuran antar pelajar bahkan dengan guru, penyalagunaan obat-obat terlarang, pelecehan seksual, pergaulan bebas, dan lain. Jika ditelusuri lebih jauh lagi, sebenarnya keadaan yang demikian itu tidak lepas dari basic pendidikannya pada masa lampau, yang boleh jadi pada masa itu pengokohan mental-spritualnya masih belum tersentuh secara maksimal, selain faktor lingkungan yang mempengaruhi.
Setiap masyarakat mempunyai ukuran-ukuran yang digunakan untuk menentukan baik-buruk tingkah laku. Ukuran-ukuran itu dapat berupa tata cara, kebiasaan atau adat-istiadat yang telah diterima oleh suatu masyarakat. Ukuran yang digunakan untuk menentukan baik-buruk inilah yang biasanya disebut dengan istilah moral. Istilah moral ini berkenaan dengan bagaimana seseorang seharusnya berperilaku dengan dunia sosialnya. Berkaitan dengan aturan-aturan berperilaku tersebut, anak dituntut untuk mengetahui, memahami, dan mengikutinya. Perubahan-perubahan dalam dalam hal pengetahuan, pemahaman, dan penerapan aturan-aturan ini dipandang sebagai perkembangan moral seseorang.



F. Tahap Berkembang

Tahap-tahap perkembangan menurut Hurlock (dalam kosasih dan Rahmaniah, 2013) ada tiga yaitu :
a) Perkembangan kuantitas menuju kualitas, bahwa pada tahap awal perkembangan moral, anak tidak memperhitungkan unsur motivasi. Ketika usiannya semakin bertambah, anak akan mulai memahami bahwa kualitas suatu perubahan harus diperhitungkan dalam menilai benar atau salah. Atau yang biasa disebut dengan tingkatan heteronomousyang artinya setiap aturan dipandang sebagai hal yang datang dari luar dan dianggap sakral karena aturan tersebut merupakan hasil pemikiran orang dewasa.
b) Ketaatan mutlak menuju inisiatif pribadi, yang pada tahap ini, disebut dengan tingkatan autonomous (otonomi) yang artinya anak-anak akan mulai bermain dengan peraturan yang dapat diubah sesuai dengan perjanjian sebelumnya.
c) Kepentingan diri menuju kepentingan orang lain, bahwa pada tingkatan ini moralitas benar benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Pada tahap ini anak mulai dapat memutuskan sesuatu dari banyak pilihan yang mereka pertimbangkan kemudian mengambil keputusan berdasarkan kode moral pribadi.

Selanjutnya tahap perkembangan moral menurut Piaget (dalam Santrock, 2007), ada dua yaitu sebagai berikut :
1.    Heteronomous Morality adalah tahapan perkembangan moral pertama menurut Piaget.Tahap ini berlangsung kira-kira usia empat sampai tujuh tahun. Pada tahap ini, keadilan dan aturan dianggap sebagai bagian dari dunia yang tak bisa diubah, tidak dikontrol oleh orang.
2.    Autonomous Morality adalah tahap perkembangan moral kedua menurut Piaget, yang tercapai pada usia 10 tahun atau lebih. Pada tahap ini, anak mulai mengetahui bahwa aturan dan hukuman adalah buatan manusia dan bahwa, dalam menilai suatu perbuatan, niat pelaku dan konsekuensinya harus dipikirkan.

Melengkapi pendapat di atas menurut Kohlberg (Dalam santrock, 2007), memaparkan bahwa tahap perkembangan moral, ada 3 sebagai berikut :
  1. Preconventional reasoning(penalaran prakonvensional) adalah  level terbawah dari perkembangan moral dalam teori Kohlberg. Pada level ini, anak tidak menunjukkan interaksi nilai-nilai moral. Penalaran moral dikontrol oleh hukuman dan ganjaran eksternal.
  2. Conventional reasoning(penalaran post-konvensional) adalah tahap kedua atau tahap menengah dalam teori Kohlberg. Pada level ini,interaksi masih setengah-setengah (intermediet). Anak patuh secara internal pada standard tertentu, tetapi standard itu pada dasarnya ditetapkan oleh orang lain, seperti orangtua, atau oleh aturan sosial.
  3. Postconventional reasoning(penalaran post-konvensional) adalah level tertinggi dalam teori Kohlberg. Pada level ini moralitas telah sepenuhnya diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar eksternal. Murid mengetahui aturan-aturan moral alternative,mengeksplorasi opsi, dan kemudian memutuskan sendiri kode moral apa yang terbaik bagi dirinya.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Sasaran Aspek Perkembangan yang dikembangkan Nilai Agama Moral

Aspek nilai-nilai Agama Moral pada intinyadapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu nilai-nilai Aqidah Nilai-nilai Ibadah dan nilai-nilai akhlak. Menurut Toto suryana, dkk (1996: 148-150) Yaitu :

a. Nilai-nilai Aqidah mengajarkan manusia untuk percaya akan adanya Allah Yang Maha Esa dan Maha sebagai sang pencipta alam semesta, yang ada senantiasa mengawasai dan memperhitungkan segala perbuatan manisia di dunia. Dengan merasa sepenuh hati bahwa Allah itu ada dan Maha Kuasa , makan manusia akan lebih taat untuk menjalankan segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh Allah dan takut untuk berbuat dzalim atau kerusakan di muka bumi ini.

b. Nilia-nilai ibadah mengajarkan pada manusia agar dala setiap perbuatannya senantiasa dilandasi hati yang ikhlas guna mencapai ridho Allah. Pengamalan konsep nilai-nilai ibadah akan melahirkan manusia-manusia yang adil, jujur dan suka membantu sesamanya.

c. Nilai-nilai akhlak mengajarkan kepada manusia untuk bersikap dan berprilaku yang baik sesuai norma atau adab yang benar dan baik sehingga akan membawa kepada kehidupan manusia yang tentram, damai, harmonis dan seimbang.dengan demikian jelas bahwa manusia pada kebahagiaan, kesejahteraandan keselamatan manusia baik dalam kehidupan diduni maupun diakhirat.


Mulyasa, (2015:5) Aspek nilai-nilai agama dan moral dalam permendiknas nomor 58 tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini, dikemukakan bahwa PAUD diselenggarakan sebelum jenjng pendidikan dasar, melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan informal. Pada jalur pedidikan formal dibentuk taman kank-kanak, dan bentuk lain yang sederajat , pada jalur nonformal bentuk kelompok bermain, taman penitipan anak dan bentuk lain yang sederajat, sedangkan pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga dn penddikan yang diselenggarakan oleg lingkungan .
1.    Perkembangan nilai-nilai moral dan keagamaan
Perkembangan nilai-nilaimoral keagaman pada anak lebih berupa doktrin teologis yang disampaikan orang tua kepada anakny, orang tua terus menamkan doktrin-doktrin agama sehingga muncul rasa beragama dalam dirinya, walaupun belum dipahami oleh anak karena tahap perkembangan anak belum samapi menerimpa doktrin agama.

Anak usia dini merupakan masa peka dalam bergai aspek perkembangan yaitu masa awal pengembangan kemampuan fisik motorik bahasa , sosial, emisional, serta kognitif. Menurut piaget dalam slamet suyanto (2003:53-65), semua anak memiliki pola perkembangan kognitif yang sama yaitu melalui empat tahapan :
a. Tahapan sensori motorik ( 0-2 tahun )
Anak mengembangkan kemampuan untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan dengan gerakan dan tidakan fisik anak lebih banyak menggunakan gerak reflek dan indranya untuk berinteraksi dengan lingkungannya.

b. Pra operational (2-7 tahun)
Pada perkembangan pra oprasional proses berfikir anak mulai lebih jelas dan menyempulkan sebuah atau kejadian walaupun itu semua benda diluar pandangan, pendengaran atau jangkauan tangannya.

c. Konket oprasional (7-9 tahun)
Anak sudah dapat memecahkan persoalan-persoalan sederhana yang bersifat konkrit dan anak dapat memahami suatu penyataan, mengklasifikasikan (warna) dan mengurutkan (angka).

d. Formal Operasional (11 tahun ke atas)
Pikian anak tidak lagi terbatas pada benda-benda dan kejadian arus atau terpengaruh prang lain, tetapi ia sendiri sudah mengembangkan suatu nilai atau moral yang ia sendiri sudah mengembangkan suatu nilai atau moral yang ia gunakan untuk memecahkan berbagai persoalan yang terkait moral atau nilai.



B. Alasan Pemilihan Kegiatan Mengenal Nilai Agama Moral

Kegiatan ini mengajarkan kepada anak tentang toleransi beragama bahwa kelima agama yang ada di Indonesia hidup rukun berdampingan, saling menghormati dalam melakukan ibadah.


C. Teknik Kegiatan Mengenal Nilai Agama Moral

1.      Strategi yang dipilih
Dalam pemilihan media harus dibuat dan ditentukan strateginya sejak awal. Upaya pemilihan strategi pembelajaran, media pembelajaran, dan alat permainan edukatif dapat meningkatkan daya pikir anak dalam pemahaman ketika mengenal dan menghasilkan pemahaman yang nyata.
Kegiatan mengenal nilai agama moral menjadi media perantara yang membantu anak usia 5-6 tahun dalam meningkatkan dan mengembangkan kemampuan mengenal nilai agama moral secara optimal dan baik.

2.     Lingkungan
Kondisi lingkungan yang harus diciptakan pendidik untuk membantu proses pembelajaran dengan mengenalkan nilai agama moral adalah, antara lain:
a.         Lingkungan yang bersifat aktivitas yaitu lingkungan yang terdiri dari berbagai kegiatan, bermain, kebiasaan sehari-hari.
b.        Lingkungan keluarga yang memotivasi anak dalam belajar nilai agama moral.
c.      Lingkungan teman sebaya yang sama-sama termotivasi dalam belajar nilai agama moral.

3.          Materi
Mengenalkan ajaran agama dan menanamkan benih-benih keimanan di hati sang anak pada usia dini seperti ini sangat penting sebagai pondasi kehidupan beragamanya kelak. Anak di usianya dini tertarik untuk meniru semua tindak-tanduk ayah ibunya, termasuk yang menyangkut masalah beribadah. Sebagaimana pendapat Dr Spock yaitu, “Yang mendasari keimanan anak kepada Allah dan kecintaannya pada Tuhan Yang Maha Pencipta sama dengan apa yang mendasari kedua orang tuanya untuk beriman kepada Allah dan mencintai-Nya.”Mengenalkan ajaran agama kepada anak usia dini harus disesuaikan dengan perkembangan aspek-aspek psikologisnya, diantaranya perkembangan kemampuan berpikir (kognisinya).
Menurut Jean Piaget (seorang Psikolog dari Perancis), semua anak memiliki pola perkembangan kognisi yang sama, yaitu melalui empat tahapan : Sensori – Motor, Pra – Operasional, Konkret – Operasional dan Formal Operasional. Perkembangan kognisi anak usia dini (2-7 tahun) berada pada tahapan berpikir “Pra operasional”. Tahap Pra Operasional adalah tahap dimana anak tidak dapat memahami sesuatu tanpa dipraktekkan terlebih dahulu (Piaget, 1970).
Sejalan dengan pendapat Piaget, Jean Jacques Rousseau, mengatakan bahwa, “Anak usia dini belajar melalui aktivitas fisiknya.” Dengan kata lain, untuk mengenalkan ajaran agama kepada anak usia dini, haruslah dengan cara memberikan kesempatan kepadanya untuk mempraktekkan apa yang kita katakan, dengan cara memberikan contoh kepada anak bagaimana melakukannya.

“ LANGKAH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MENCOCOKKAN AGAMA KE TEMPAT IBADAHNYA
A.    Cara membuat Puzzle tempat ibadah
Alat dan Bahan :
1.      Gunting
2.      Lem
3.      Gambar-gambar orang yang menganut agama
4.      Velcor
5.      Gambar-gambar tempat ibadah
6.      Penggaris atau alat ukur panjang
7.      Kardus



Cara Membuat :
1.      Ukur kardus menjadi bentuk persegi panjang dengan ukuran 10x15 cm.
2.      Lalu gunting kardus yang sudah diukur tadi.
3.      Setelah itu tempelkan gambar orang yang menganut agama ke kardus yang berukuran 10x15 cm tadi.
4.      Ulangi lagi yaitu tempelkan gambar tempat ibadah ke kardus yang berukuran 10x15 cm tadi.

B.     Pembelajaran Puzzle tempat ibadah
Puzzle tempat ibadah yang berisikan cerita untuk anak usia dini akan sangat disukai oleh anak. Anak akan sangat termotivasi dalam melakukan pembelajaran dan kegiatan nilai agama moral dengan menggunakan Puzzle tempat ibadah karena didalam puzzle terdapat berbagai macam orang-orang yang menganut agama dan gambar-gambar tempat ibadah yang menunjang daya tangkap anak ketika melihat dan mencocokkan gambar
langkah-langkah puzzel tempat ibadah :
1. anak berkelompok 3 orangn duduk di atas lantai tanpa meja
2. mengkondisikan anak supaya nyaman dan tenang
3. anak aktif tanya jawab dengan guru tentang tempat ibadah
4. anak di ajak membuat pola  puzzel
5. anak menceritakan kembali apa yang sudah di buat
6. anak membereskan puzzel yang sudah di buat


4.    Strategi Pembelajaran yang dilakukan
a.  Tujuan Pembelajaran
a)    Pemilihan puzzle tempat ibadah dianggap sebagai hal yang tepat guna membantu anak mengembangkan potensi aspek nilai agama moralnya.
b)   Dengan puzzle tempat ibadah anak akan mudah memahami isi cerita dan mencocokkan gambar-gambar sebagai penunjang pemahaman anak.
c)    Dapat menunjang kreativitas dan daya pikir anak.
d)   Guru dapat meningkatkan daya konsentrasi anak
e)    Enciptakan suasana menyenangkan bagi anak dalam belajar.

b.                          Capaian dan indicator Perkembangan
Nilai Agama dan Moral
usia 5-6 tahun
Ruang Lingkup
Capaian Perkembangan
1. Mengenal nilai agama dan moral
1. Mengenal agama yang dianut
2.    Mengerjakan ibadah
3.    Berperilaku jujur, penolong, sopan, hormat, sportif, dsb.
4.    Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
5.    Mengetahui hari besar agama
6.    Menghormati (toleransi) agama orang lain 

BAB IV
PENUTUP

A.       KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam GBHN pendidikan moral di Indonesia bisa dirumuskan sebagai berikut : Pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber moral dan disajikan dengan pertimbangan psikologis untuk tujuan pendidikan. Menurut paham ahli pendidikan moral, jika tujuan pendidikan moral akan mengarah seseorang menjadi bermoral, yang penting adalah bagaimana agar seseorang dapat menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bermasyarakat (Zuriah, 2011: 22). Pendidikan moral di Indonesia dimaksudkan agar manusia belajar menjadi bermoral, dan bukannya pendidikan tentang moral yang akan mengutamakan penalaran moral (moral reasoning) dan pertumbuhan inteligensi sehingga seseorang bisa melakukan pilihan dan penilaian moral yang paling tepat (Zuriah, 2011: 21). Di Indonesia pendidikan moral lebih tertuju bagaimana dapat menanamkan nilai-nilai moral dan membentuk sikap moral seseorang. Emile Durkheim, seorang ahli sosiologi moralitas Prancis.

Puzzle tempat ibadah      permainan ini mengajarkan kepada anak tentang toleransi beragama bahwa kelima agama yang ada di Indonesia hidup rukun berdampingan, saling menghormati dalam melakukan ibadah.

DAFTAR PUSTAKA

Djoko Adi dan Anies Listyowati. 2017 , Pendidikan Bela Negara melalui Permainan Kecerdasan Jamak. Depok : Prenadamedia Group


melylolhabox.blogspot.co.id

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog